Jumat, 16 Juli 2010

BATAS PENGGUNAAN AREAL PERKEBUNAN


Penentuan batas maksimal penggunaan areal perkebunan:

Batas paling luas penggunaan areal perkebunan diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan/OT.140/2/2007, lampiran 3. Batas paling luas yang dapat dimiliki oleh 1 (satu) perusahaan dengan komoditi Kelapa Sawit adalah 100.000 Ha, namun dalam peraturan tersebut tidak menjelaskan berlaku untuk wilayah propinsi atau seluruh Indonesia.

Berdasarkan keterangan Biro Hukum Kementerian Pertanian, Pengertian Lampiran 3 mengandung makna bahwa 100.000 Ha merupakan luas maksimal yang dapat dimiliki dan tersebar diseluruh wilayah Indonesia untuk 1 (satu) Perusahaan Perkebunan.

Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan/OT.140/2/2007 tidak mengatur luas penggunaan di propinsi karena merupakan kewenangan Pemerintah daerah dalam hal ini adalah Bupati/Walikota dan Gubernur terkait dengan Izin Lokasi.

Pengaturan mengenai penggunaan maksimal untuk setiap propinsi adalah berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertahanan Nasional Nomor 2 tahun 1999 tentang Izin Lokasi Pasal 4 ayat (1) huruf C.

(1) Izin Lokasi dapat diberikan pada perusahaan yang sudah mendapat persetujuan penanaman modal sesuai ketentuan yang berlaku untuk memperoleh tanah dengan luas tertentu sehingga apabila perusahaan tersebut berhasil membebaskan seluruh areal yang ditunjuk, maka luas penguasaan tanah oleh perusahaan tersebut dan perusahaan-perusahaan lain yang merupakan satu grup perusahaan dengannya tidak lebih dari luasan sebagai berikut:

c. Untuk usaha perkebunan yang diusahakan dalam bentuk perkebunan besar dengan diberikan Hak Guna Usaha :
1) Komoditas tebu : 1 propinsi : 60.000 Ha
Seluruh Indonesia : 150.000 Ha

2) Komoditas lainya : 1 propinsi : 20.000 Ha
(termasuk kelapa sawit)
Seluruh Indonesia : 100.000 Ha

Ketentuan dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan/OT.140/2/2007 lampiran 3 dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertahanan Nasional Nomor 2 tahun 1999 tentang Izin Lokasi Pasal 4 tidak berlakunya untuk:

a. Badan usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Perusahaan Umum (PERUM) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
b. Badan Usaha yang seluruh atau sebagaian besar sahamnya dimiliki oleh Negara, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah;
c. Badan Usaha yang seluruhnya atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh masyarakat dalam rangka “Go Public”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar