Jumat, 16 September 2011

PENJAMINAN ATAS KAPAL

Pendaftaran kapal meliputi pendaftaran hak milik, pendaftaran pembebanan hipotek dan pendaftaran kebendaan lainnya atas kapal. Kapal yang telah didaftarkan dalam Daftar Kapal Indonesia dapat dijadikan jaminan utang dengan pembebanan hipotek atas kapal.

Pembebanan hipotek atas kapal dilakukan dengan pembuatan akta hipotek oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal di tempat kapal didaftarkan dan dicatat dalam Daftar Induk Pendaftaran Kapal.

Setiap akta hipotek diterbitkan 1 (satu) Grosse Akta Hipotek yang diberikan kepada penerima hipotek. Grosse Akta Hipotek tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Setiap kapal dapat dibebani lebih dari 1 (satu) hipotek dan peringkat masing-masing hipotek ditentukan sesuai dengan tanggal dan nomor urut akta hipotek.

PENDAFTARAN PEMBEBANAN
Pendaftaran Pembebanan hipotek atas kapal dilakukan dengan pembuatan akte hipotek oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Baliknama Kapal di tempat kapal didaftar.

Pendaftaran Pembebanan hipotek atas kapal harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen berupa :
a. grosse akte pendaftaran atau balik nama;
b. perjanjian kredit.

Pendaftaran Pembebanan hipotek dicatat dalam buku daftar kapal Indonesia yang terdiri dari:
a. daftar harian;
b. daftar induk;
c. daftar pusat.

Buku daftar kapal diselenggarakan secara terpusat di tempat yang ditetapkan oleh Menteri sedangkan dengan daftar harian dan daftar induk dilakukan di setiap tempat pendaftaran kapal dan terbuka untuk umum.

Untuk setiap akte hipotek diterbitkan satu grosse akte hipotek yang diberikan kepada penerima hipotek. Dalam hal grosse akte hipotek hilang dapat diterbitkan grosse akte pengganti dengan berdasarkan penetapan Pengadilan.

Ketentuan-ketentuan hipotek yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang tetap berlaku bagi pembebanan hipotek atas kapal.

PENGALIHAN HIPOTEK
Pengalihan hipotek dari penerima hipotek kepada penerima hipotek yang lain dilakukan dengan membuat akta pengalihan hipotek oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal di tempat kapal didaftarkan dan dicatat dalam Daftar Induk Pendaftaran Kapal.

PENCORETAN HIPOTEK
Pencoretan hipotek (roya) dilakukan oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal atas permintaan tertulis dari penerima hipotek. Dalam hal permintaan roya diajukan oleh pemberi hipotek, permintaan tersebut dilampiri dengan surat persetujuan pencoretan dari penerima hipotek

Roya hipotek dilakukan oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Baliknama Kapal atas permintaan tertulis dari penerima hipotek. Dalam hal permintaan diajukan oleh pemberi hipotek, harus dilampiri dengan surat persetujuan roya dari penerima hipotek.

Pencoretan hak kebendaan lainnya atas kapal dilakukan oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Baliknama Kapal atas permintaan tertulis dari pemegang hak. Dalam hal permintaan diajukan oleh pemberi hak, harus dilampiri dengan surat persetujuan dari pemegang hak.

Selain atas permintaan sebagaimana dimaksud diatas, roya hipotek dan/atau pencoretan hak kebendaan lainnya atas kapal dapat dilakukan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

IZIN USAHA DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL


DASAR HUKUM

-             Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal nomor 12 tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal (“Peraturan BKPM”)

DEFINISI

-             Penanaman  Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing, untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia;
-             Permohonan Pendaftaran Penanaman Modal, yang selanjutnya disebut Pendaftaran adalah bentuk persetujuan awal pemerintah sebagai dasar memulai rencana penanaman modal;
-             Izin Prinsip Penanaman Modal, yang selanjutnya disebut Izin Prinsip, adalah izin untuk memulai kegiatan penanaman modal di bidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal;
-             Izin Usaha adalah izin yang wajib dimiliki perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial baik produksi barang maupun jasa sebagai pelaksanaan atas Pendaftaran/Izin Prinsip/Persetujuan penanaman modalnya, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan sektoral.

PERIZINAN PENANAMAN MODAL

-             Perusahaan penanaman modal yang telah memiliki Pendaftaran / Izin Prinsip / Surat Persetujuan Penanaman Modal harus memperoleh Izin Usaha untuk dapat memulai pelaksanaan kegiatan operasi / produksi komersial, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundangan sektoral;
-             Izin Usaha berlaku sepanjang perusahaan masih melakukan kegiatan usaha, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundangan sektoral;
PERMOHONAN IZIN USAHA
-             Permohonan Izin Usaha diajukan kepada PTSP yang menerbitkan Pendaftaran / izin Prinsip/ Surat Persetujuan Penanaman Modal;
-             Permohonan Izin Usaha diajukan menggunakan formulir Izin Usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII peraturan BKPM untuk yang berlokasi di luar kawasan industri, dan Lampiran XIV untuk yang berlokasi di dalam kawasan industri dengan dilengkapi persyaratan :
a.         Laporan Hasil Pemeriksaan Proyek (LHP) bagi kegiatan usaha yang memerlukan fasilitas bea masuk atas impor barang dan bahan;
b.        Rekaman Akta Pendirian dan pengesahan dari MENKUMHAM atas Akta Pendirian;
c.         Rekaman Pendaftaran / Izin Prinsip / Izin Prinsip Perluasan / Surat Persetujuan Penanaman Modal yang dimiliki;
d.        NPWP;
e.        Bukti penguasaaan / penggunaan tanah atas nama :
1.        Rekaman sertifikat Hak Atas Tanah atau Akta Jual Beli tanah oleh PPAT, atau
2.        Rekaman perjanjian sewa-menyewa tanah.
f.         Bukti penguasaan / penggunaan gedung / bangunan;
1.        Rekaman Izin Mendirikan Bangunan (IMB), atau
2.        Rekaman akta jual beli / perjanjian sewa menyewa gedung / bangunan.
g.        Rekaman Izin Gangguan (UUG/HO) atau  Surat Izin Tempat Usaha (SITU) bagi perusahaan yang berlokasi di luar kawasan industry;
h.        Rekaman Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) periode terakhir;
i.          Rekaman persetujuan / pengesahan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau rekaman persetujuan / pengesahan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL);
j.          Persyaratan lain sebagaimana diatur dalam peraturan instansi teknis terkait dan / atau peraturan daerah setempat;
k.         Permohonan ditandatangani di atas materai cukup oleh direksi perusahaan;
l.          Surat kuasa bermaterai cukup untuk pengurusan yang tidak dilakukan langsung oleh direksi perusahaan.
Note:
Perusahaan penanaman modal asing yang telah berstatus badan hukum perseroan terbatas yang bidang usaha dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya membutuhkan fasilitas fiskal wajib memiliki Izin Prinsip Penanaman Modal terlebih dahulu, namun apabila tidak membutuhkan fasilitas fiskal maka dapat langsung mengajukan Izin Usaha.

Senin, 27 Juni 2011

Penggunaan Bahasa Indonesia Dalam Suatu Perjanjian


Ketentuan Peraturan Perundang-undangan:
Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan (“UU 24/2009”)
 Pasal 31
(1)  Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga Negara Indonesia.
(2)   Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.

Penjelasan Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “perjanjian” adalah termasuk perjanjian internasional, yaitu setiap perjanjian di bidang hukum publik yang diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh pemerintah dan negara, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain. Perjanjian internasional ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa negara lain, dan/atau bahasa Inggris. Khusus dalam perjanjian dengan organisasi internasional yang digunakan adalah bahasa-bahasa organisasi internasional.
Ayat (2)
Dalam perjanjian bilateral, naskah perjanjian ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa nasional negara lain tersebut, dan/atau bahasa Inggris, dan semua naskah itu sama aslinya. 
Surat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor M.HH.UM.01.01-35 tahun 2009 tanggal 28 Desember 2009 tentang Permohonan Klarifikasi Atas Implikasi dan Pelaksanaan UU nomor 24 tahun 2009 (“Surat Menkumham 2009”)

        Penandatanganan perjanjian privat komersial (private commercial agreement) dalam bahasa Inggris tanpa disertai versi bahasa Indonesia tidak melanggar persyaratan kewajiban sebagaimana ditentukan dalam UU 24/2009

      Yang dimaksud dengan "lembaga swasta" dalam UU 24/2009 adalah bukan lembaga publik (terkait dengan pemerintahan). 

      Perjanjian yang dibuat dengan versi bahasa Inggris tersebut tetap sah atau tidak batal demi hukum atau tidak dapat dibatalkan, karena pelaksanaan Pasal 31 UU 24/2009 menunggu sampai dikeluarkannya Peraturan Presiden sebagaimana ditentukan dalam Pasal 40 UU 24/2009.

Surat Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan nomor PPE.2.PP.01.02-832 TAHUN 2009 tanggal 22 Oktober 2009 tentang Permohonan Klarifikasi Mengenai Keberlakuan dan Konsekuensi dari Undang-Undang nomor 24 tahun 2009 (“Surat DJPU 2009”)

Penggunaan bahasa Indonesia dalam nota kesepahaman atau perjanjian pada dasarnya merupakan syarat formal, dengan demikian, jika syarat tersebut tidak dipenuhi maka nota kesepahaman atau perjanjian itu sendiri tetap berlaku dan mengikat para pihak selama syarat sah perjanjian (syarat materiil) sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata terpenuhi.

Sesuai dengan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) dalam hal terjadi perbedaan penafsiran terhadap isi perjanjian, maka para pihak dapat menentukan pilihan bahasa yang akan digunakan. Hal ini juga menunjukkan asas kebebasan berkontrak sebagai syarat formal.

      Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam suatu perjanjian

   Apabila salah satu pihak dalam perjanjian tersebut merupakan pihak asing maka digunakan juga bahasa nasional atau bahasa Inggris

      Tidak diatur mengenai sanksi mengenai kewajiban penggunaan Bahasa Indonesia dalam UU 24/2009

      Perjanjian tetap mengikat bagi para pihak/tetap berlaku meski menggunakan bahasa selain Bahasa Indonesia sebagaimana tunduk pada ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) baik mengenai syarat materil dan formil serta mengenai asas kebebasan berkontrak.

     Berdasarkan Surat Menkumham 2009 bahwa perjanjian yang dibuat dengan versi bahasa Inggris tersebut tetap sah atau tidak batal demi hukum atau tidak dapat dibatalkan, karena pelaksanaan Pasal 31 UU 24/2009 menunggu sampai dikeluarkannya Peraturan Presiden.

      Pada dasarnya perjanjian yang dibuat di wilayah Republik Indonesia wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia menurut UU 24/2009, akan tetapi tidak adanya sanksi sehingga menimbulkan ketidakjelasan dalam keberlakuan suatu perjanjian.

     Perjanjian tetap berlaku dan mengikat bagi para pihak meski tidak menggunakan Bahasa Indonesia dimana kewajiban penggunaan Bahasa Indonesia merupakan syarat formal dan tidak mempengaruhi keberlakuan suatu perjanjian.

    Untuk keperluan pada badan/instansi pemerintahan di Indonesia maka sebaiknya perjanjian dibuat dalam Bahasa Indonesia dan apabila diperlukan dibuat dalam versi bahasa asing/bahasa Inggris apabila salah satu pihak dalam perjanjian merupakan pihak asing.

      Surat Menkumham 2009 tidak bersifat mengikat hanya sebagai acuan para pihak yang berkepentingan.